06 Mei 2009

Strategi Menerapkan Displin Kepada Anak


1. Memandang Secara Visual

Biasanya masalah disiplin muncul karea tidak ada orang dewasa yang mengawasi anak-anak bermain pada suatu tempat permainan. Anak-anak biasanya ramai atau ribut dalam bermain kalau tidak ada guru atau orang dewasa yang mengawasinya. Anak-anak biasanya lupa akan aturan-aturan bermain. Kita tidak bisa berharap anak-anak dapat bertingkah laku sopan, bila kita tidak berada di sisi mereka. Hal ini juga dapat kita lihat pada anak yang sering ditinggal orang tuanya bekerja di luar rumah. Biasanya anak-anak ini bermasalah, karena kurang perhatian orang tuanya.
Untuk mengatasi masalah itu adalah dengan cara guru atau orang tua harus menemaninya pada saat anak-anak bermain. Temanilah anak-anak bermain, lihatlah tingkah laku mereka. Biasanya tingkah laku mereka akan mulai tertib bila ada guru atau orang tua yang mengawasinya. Tetapi bila ditinggalkan sebentar saja, tingkah laku anak-anak akan brubah lagi. Khususnya untuk anak-anak yang lebih besar (usia 5-6 tahun) akan sangat terlihat perbedaannya, bila guru atau orang tua hadir di tengah-tengah mereka dengan tidak ada guru atau orang tua.
Dengan cara melihat atau memperhatikan serta menemani anak-anak bermain, guru dalam hal ini menerapkan strategi disiplin dengan cara memandang secara visual. Guru atau orang tua tidak mengeluarkan kata-kata apapun untuk menertibkan tingkah laku anak-anak, tetapi hanya melihat dan memperhatikan tingkah laku mereka. Dalam strategi ini kita tidak memberikan aturan apapun, tetapi yang paling penting adalah kehadiran kita

2. Pernyataan-pernyataan tidak langsung

Jika hal ini belum juga bisa menjadikan disiplin, maka perlu dilakukan strategi ke 2 yaitu dengan memberikan pernyataanpernyataan tanpa arah, misalnya bila ada anak yang bermasalah atau tidak tertib dalam bermain, maka tidak secara langsung menegur mereka agar mereka tidak kehilangan kontrol dirinya, melainkan dengan membuat pernyataan-pernyataan secara tidak langsung diarahkan kepada anak itu. contohnya; ada seorang anak melempar batu, tetapi guru membuat pernyataan, "Batu ini berbahaya, batu ini bisa melukai teman yang lainnya." pada saat membuat pernyataan guru tidak melihat langsung kepada anak yang melempar batu itu, tetapi guru melihat anak lainnya atau melihat semua anak. Dalam pernyataan ini, guru tidak menggunakan kata-kata "kamu", karena kata-kata itu ditujukan kepada seseorang. Dalam hal ini juga tidak menilai anak-anak.
Perhatikan contoh-contoh di bawah ini, kemudian kita mencoba untuk mempraktikkannya.
1). bila ada anak yang mendorong-dorong kursi ke belakang, kita katakan, "kalau kursi didorong ke belakang berbahaya, karena kursi hanya punya kaki dan tidak kuat". 2). bila ada anak yang menumpah-numpahkan air di lantai, maka kita katakan, Banyak sekali air dilantai, lantai bisa jadi licin." 3). bila ada anak yang tidak mau mengembalikan mainannya ke tempat semula, maka kita katakan, "Wah, nanti mainannya hilang niih,...?
Dalam membuat pernyataan-pernyataan tidak langsung guru bermaksud memberikan informasi kepada anak. Guru tidak memberikan jawaban, tetapi anak sendiri yang memberikan jawabannya. Kita tidak menyuruh atau melarang anak untuk melakukan sesuatu. Dengan pernyataan atau informasi itu diharapkan anak akan berfikir, dan pada akhirnya akan menghentikan tingkahlaku yang tidak disiplin. Anak tidak merasa disalahkan dan bisa menyelamatkan muka anak dan membangun kontrol diri.
Disini kita harus pandai-pandai membuat pernyataan tidak langsung, malaui ini anak akan berfikir sendiri terhadap masalahnya. Kemudian mungkin anak itu akan merubah tingkah lakunya sendiri. Untuk membuat pernyataan tidak langsung ini harus dipikirkan terlebih dahulu sebelum diucapkan, supaya benar. Strategi disiplin ini ccocok untuk anak usia 5-6 tahun. Bila kita pandai-pandai menggunakan pernyataan tidak langsung ini, maka seperti ada 'magic', anak mau merubah tingkah lakunya atau melakukan sesuatu tanpa kita suruh.

3. Mempertanyakan
Bila strategi disiplin dengan membuat pertanyaan tidak langusng belum berhasil, maka dapat menggunakan strategi disiplin yang ketiga, yaitu bertanya kepada anak. Dalam hal ini mempertanyakan tentang tingkah laku yang sedang dilakukan oleh anak.
Berikan pertanyaan kepada anak untuk memberikan kesempatan berpikir dan memberikan jawabannya sendiri. Dalam mempertanyakan ini harus jelas anaknya sehingga anak mudah memberikan jawabannya. Contohnya bila anak tidak mau menulis, "ada masalah?", "Apa perlu bantuan?", Dalam mempertanyakan biarkan anak sendiri yang memberikan jawabannya. Lebih banyak bertanya lebih baik. pertanyaan ini akan membuat mereka berpikir ke arang yang kita inginkan. Dalam mempertanyakan juga, kita harus jelaskan situasinya bagaiman. Kita tidak menyuruh anak untuk melakukan sesuatu, tetapi kita hanya menjelaskan apa yang sedang terjadi. misalnya: "bagaimana perasaanmu jika kamu bisa menulis dengan baik?". Bgus sekali mempertanyakan kepada anak dengan menggunakan perasaan, karena anak akan sangat sensitif dengan perasannya.

Bagaimana strategi ke 4 hingga ke 5 itu, tunggu artikel berikutnya,
Yang jelas komentar Anda membuat saya semangat untuk menuliskan artikel-artikel ini, termasuk hal ini karena ada permintaan dari para pembaca. Trims, maju terus pendidikan di Indonesia.

05 Mei 2009

Berbicara DENGAN anak atau KEPADA anak?


Seorang anak yang baru berusia 2-3 tahunan secara tidak sengaja menumpahkan air ke lantai. Seorang anak SD pulang dari sekolah dalam keadaan basah kuyup, sementara ia sudah membawa jas hujan, namun tidak memakainya. Melihat dua contoh kejadia di atas, apa yang biasa kita lakukan?
Orang dewasa pada umumnya langsung berkomentar, "awas airnya tumpah!", dan ternyata saat itu juga tumpah, "tuh kan belum berhenti saya ngomong, tumpah kan...!". atau pada kejadian ke dua, "makanya dipakai jas hujan itu, sudah dibawakan jas hujan malah tidak dipakai".
Model-model kalimat di atas adalah kita orang dewasa sendang berbicara KEPADA anak. Percakapan terjadi hanya satu arah tanpa menghiraukan pikiran anak.
Berbicara DENGAN anak merupakan percakapan dua arah, bicara dan dengarkan apa yang ingin dikatakan oleh anak kita.
Apa yang sebaiknya kita lakukan jika melihat dua kejadian di atas dengan pola bicara DENGAN anak?
Mungkin kita bisa bicara dengan anak seperti berikut:
Orang Dewasa: Di lantai banyak sekali air, lantainya bisa jadi licin, ini tidak aman untuk kita lewat. Apa ya yang bisa kita lakukan agar lantai tetap aman untuk kita lewati? diharapkan anak menjawab "mengambil kain pel". Orang dewasa menjawab "Aduh bagus sekali, terus apa yang kita lakukan dengan kain pel ini?". diharapkan anak menjawab dan mencoba melakukan sesuatu dengan kain itu. Orang dewasa cukup dengan melihat dan menawarkan untuk membantu jika memang perlu dibantu, misalnya "Boleh saya bantu?" sampai anak mempersilakan kita, jika tidak dipersilakan/ tidak berkenan, maka kita cukup melihatnya dan memantau keamanan dia bekerja.
Bagaimana kita berbicara DENGAN anak untuk kejadian yang ke dua, yaitu: anak tidak mengenakan jas hujan sepulang sekolah, sementara jas hujan itu ada padanya?. Berikan tanggapan Anda!
Berbicara DENGAN anak sebagai ganti berbicara KEPADA anak sangat berguna saat mereka tumbuh dewasa. Anak-anak akan selalu punya alasan yang kuat saat melakukan apapun, dan hal itu sangat mendukung mereka dalam membuat keputusan.
Selamat mencoba..., dan jika Anda punya pengalaman yang menarik dalam mencoba hal ini, tolong di kirmkan juga agar kita semua dapat manfaatnya.

01 Mei 2009

Science Club

Bagi para pecinta IPA baik guru maupun siswa bahkan orang tua, jika mau bermain IPA dengan putra-putrinya di rumah, Anda dapat klik Download